Pertanian menghadapi
tantangan besar dengan
perubahan iklim. Petani
dan semua pelaku
pertanian pun harus
bisa beradaptasi dengan
tantangan alam tersebut.
Peringatan itu datang dari Menteri Pertanian,
Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat pembukaan
Training of Trainers (TOT) bertema Pertanian Ramah Lingkungan di Lampung, beberapa waktu lalu.
“Dengan perubahan iklim yang ada, kita dihadapkan pada situasi bagaimana membuat pertanian ramah lingkungan dan cara kita beradaptasi dengan tantangan alam,” katanya.
Untuk menghadapi perubahan iklim, SYL pun meminta kemampuan petani harus ditingkatkan. Upaya peningkatan produksi juga harus disertai sustainability dengan menjaga ekosistem agar tetap sehat.
Mendukung pertanian berkelanjutan yang dapat memastikan ketahanan pangan dalam kondisi perubahan iklim, memang sudah saatnya pertanian bertransformasi dengan cara Pertanian yang Cerdas Iklim.
Seperti Poktan Sridadi, Desa Pogung Juru Tengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo yang merupakan lokasi Program SIMURP (Strategic Irrigation Modernisation and Urgent Rehabilitation Proyek). Berbekal dari hasil pembelajaran melalui demplot, Poktan Sridadi menerapkan beberapa teknologi di lahan petani.
”Dalam pertanian cerdas iklim ini, kami bersama anggota kelompok melakukan penerapan teknologi pupuk organik, pestisida nabati dan tanam jajar legowo,” kata Ketua Poktan Sridadi, Mahmudi.
Pupuk Organik
Untuk membuat pupuk organik, Poktan Sridadi memanfaatkan limbah pertanian yang berada di sekitar lahan. Seperti diketahui pupuk organik yang berasal dari bahan organik (tumbuhan mati, kohe, bagian hewan, limbah organik lainnya) melalui proses rekayasa berbentuk padat atau cair.
Pupuk organik tersebut diperkaya dengan bahan mineral atau mikroba bermanfaat meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sebagai penyeimbang dan penyedia sebagian hara, khususnya unsur mikro, pupuk organik bermanfaat sebagai pembenah tanah dan memperbaiki struktur tanah. Sehingga kondisi lingkungan tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman.
Pupuk organik juga berperan dalam meningkatkan aktivitas, keragaman, dan jumlah mikroorganisme tanah. Bahkan pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah, sehingga siklus dan penyediaan hara menjadi lebih baik. Kelebihan pupuk organik lainnya mampu menyerap air sehingga kondisi tanah tetap lembab, terutama pada musim kemarau.
Mahmudi mengatakan, selain menggunakan pupuk organik, petani juga menerapkan teknologi budidaya jajar legowo dengan penggunaan bibit unggul. Petani menggunakan bibit usia muda dengan 2-3 bibit/lubang, dan sistem lorong 2:1 atau 4:1. “Sistem lorong itu bisa disesuaikan kondisi lapangan/spesifik lokasi dan sosial budaya,” katanya. Penerapan sistem tanam legowo disarankan menggunakan jarak tanam (25 x 25) cm antar rumpun dalam baris; 12,5 cm jarak dalam baris; dan 50 cm sebagai jarak antar barisan/lorong atau ditulis (25 x 12,5 x 50) cm. Hindarkan penggunaan jarak tanam yang sangat rapat, misalnya (20 x 20) cm, karena akan menyebabkan jarak dalam baris sangat sempit. Seperti diketahui perubahan salah satu faktor yang mem-pengaruhi kualitas pertumbuhan dan hasil padi adalah pengaturan tata letak rumpun dan populasi tanaman per satuan luas. Sistem tanam jajar legowo 2:1 (jarak tanam 25-50 cm) x 12,5 cm dapat meningkatkan hasil panen antara 10-20 persen dibandingkan sistem tanam tegel (25 cm x 25 cm). Hal ini karena ada peningkatan populasi sebesar 30 persen.
“Dengan jajar legowo tanaman juga mendapat ruang tumbuh yang maksimal untuk penyerapan hara oleh akar tanaman. Pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, aplikasi pupuk, serta penang-gulangan hama dan penyakit lebih efektif,” tutur Mahmudi.
Pestisida Nabati
Dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Poktan Sridadi pengguna-an pestisida nabati sebagai salah satu pengendalian dalam pertanian cerdas iklim CSA. Menurut Mahmudi, untuk membuat biopestisida, petani me-manfaatkan bahan alami di sekitar lingkungan.
Beberapa bahan yang digunakan sebagai pestisida nabati diantaranya kunyit, daun randu, biji srikaya, daun kenikir, daun/biji mimba, daun/biji mindi, biji mahoni, babandotan, dan brotowali.
Penerapan pestisida nabati pada tanaman pertanian dilakukan sejak umur 2 minggu setelah tanam dengan dosis 10 ml/L.
Aplikasi dilakukan secara periodik 1-2 minggu sekali. “Jika populasi OPT tinggi dapat dilakukan lebih sering frekuensinya dan dosis ditingkatkan menjadi 20 - 25 ml/L,” kata Mahmudi.Dampak positif penerapan teknologi CSA kini dirasakan petani di Poktan Sridadi. Hasil demplot menggunakan varietas
Inpari 32 menghasilkan produktivitas sekitar 7,7 ton/ha, padahal sebelumnya hanya 6,3 ton/ha. Keberhasilan ini tentunya memberikan motivasi petani sekitar. Inovasi pertanian cerdas iklim mampu meningkatkan produktivitas tanaman, menjamin keseimbangan antara produksi, konservasi dan kelestarian lingkungan. Artinya, produksi meningkat, lahan tetap tersedia dan lingkungan tetap aman. (Suwarna/Yul/Ditjen PSP//di sadur dari Tabloid Sinar Tani edisi 13 - 19 Juli 2022)
Komentar
Posting Komentar